Mohammad Noer dan Suramadu

PAK NOER selalu mengajak siapa pun yang dikenalnya untuk bisa menyejahterakan rakyat. Dia tak hanya berbicara kesejahteraan Madura, tapi juga Jawa Timur dan Indonesia.

Tak heran, jika Jembatan Suramadu yang menjadi salah satu gagasannya, tidak hanya didedikasikannya untuk tanah kelahirannya saja. Selanjutnya, dia harapkan menjadi urat nadi peningkatan kesejahteraan rakyat Indonesia.

Bukan hanya Jembatan Suramadu yang melekat di ingatan. Hal lain yang pernah digagas Pak Noer pun terus diingat oleh sahabat-sahabatnya di semua kalangan.

Sebagai warga Madura yang religius, Pak Noer sangat dekat kalangan ulama. Mereka pun diajaknya untuk mengikuti dan menjalankan gagasan-gagasannya dalam menyejahterakan masyarakat.

Seperti diceritakan oleh pengasuh Pondok Pesantren (Ponpes) At-Taroki, Sampang, KH Alawi Muhammad. Dia merupakan salah satu kiai yang hadir saat upacara pemakaman mantan bupati Bangkalan era 1950-an itu. Sebagai ulama sempuh di Sampang, Kiai Alawi termasuk orang yang banyak berinteraksi dan berdiskusi dengan Pak Noer semasa hidupnya.

“Umur saya dengan umur Pak Noer itu selisih sedikit, hanya enam tahun. Sejak lama kami sudah sering komunikasi mengenai beberapa hal. Tidak hanya bicara Madura dan Jawa Timur, juga Indonesia sering dibahasnya bersama saya,” tuturnya.

Menurut dia, Pak Noer adalah satu dari sekian banyak anak negeri yang konsisten dan terus berjuang untuk kesejahteraan rakyat. “Sekali lagi bukan hanya Madura, tapi juga Indonesia,” pujimya.

Kiai Alawi mengakui Pak Noer adalah orang yang sesekali senang membicarakan politik di Indonesia. Bahkan, dari pembicaraan keduanya muncul semacam ungkapan Madura adalah Indonesia. Sebab, berbicara Indonesia sama dengan berbicara Jawa.

Jawa berarti Jawa Timur. Jawa Timur dikuasai wilayah tapal kuda dan tapal kuda mayoritas berisi orang Madura. “Jadi Indonesia ini sama dengan Madura,” ujarnya lantas tertawa.

Tapi, politik tak terlalu menjadi perhatian Pak Noer. Mendiang hanya peduli politik karena jalan itu juga bisa dipakai untuk menyejahterakan rakyat. “Urusan menyejahterakan rakyat itu yang selalu dia ingatkan pada saya,” ungkap kiai sepuh itu.

“Kalau Pak Noer mengajak saya untuk mengentaskan kemiskinan, saya tidak setuju sama dia,” sergahnya. Alasannya, kalau dalam Islam orang miskin itu harus dirawat, disayangi, dan diberi bagian oleh si kaya.

“Kalau orang miskin dientaskan, siapa yang mau kerja? Kalau semua kaya tidak ada yang bekerja,” ungkapnya. Mendapatkan penjelasan tersebut Pak Noer dikatakan terlihat berpikir sejenak. “Lalu, dia (Pak Noer, Red) bilang, sama saja,” ujar Kiai Alawi lantas tersenyum.

Supaya orang tidak miskin, Pak Noer selalu punya cara. Almarhum adalah orang yang kreatif dan mau mencoba hal baru. “Saya pernah diajak menanam jagung bulih. Kamu tahu jagung itu seperti apa?” tanyanya kepada koran ini.

Jagung bulih itu, terangnya, jagung yang buah jagungnya bisa dimakan, batang pohonnya seperti tebu, dan airnya bisa dibuat bahan gula. Lalu, sisa ampas pohonnya juga bisa dijadikan kertas. “Tidak ada sisanya,” tandasnya.

Banyak lagi cerita Kiai Alawi tentag Pak Noer. Di mata dia, Pak Noer adalah orang yang sangat nasionalis dan religius. Dia mau susah payah membela rakyatnya. “Saya melihat sendiri betapa marahnya Pak Noer waktu ada kerusuhan di Sampit (Kalimantan),” ujarnya.

Kiai Alawi juga masih ingat puluhan tahun silam ketika dia diajak bicara Pak Noer tentang bagaimana memudahkan jamaah haji Jawa Timur.

“Kalau bukan Pak Noer yang membuka jalan supaya naik haji bisa berangkat dari Bandara Juanda, siapa lagi?” kenangnya. Dulu pemberangkatan jamaah haji Indionesia hanya melalui Bandara Soekarno-Hatta, Jakarta.

Kapan terakhir bertemu Pak Noer? “Saya bertemu Pak Noer terakhir waktu sebelum pemilihan bupati Sampang (2007). Dia minta saya jaga Sampang sambil meningatkan ungkapan lama,” tuturnya.

Mengenai persahabatan Pak Noer dengan Alawi, putra ketiga Pak Noer, Prof Moh. Sjaifuddin, membenarkan. Namun, dia tak banyak bercerita mengenai hal tersebut. Dia hanya menyampaikan rasa terima kasihnya pada semua pihak yang telah menghormati dan memberikan penghormatan terakhir hingga almarhum dimakamkan.

Terkait usulan untuk menggunakan nama Raden Panji Mohammad Noer sebagai nama Jembatan Suramadu dan lainnya, dia mengaku sangat bangga. “Namun, tentunya, terserah pada pemerintah dan pihak terkait. Seperti itu tentu tidak bisa kami yang mengusulkan,” ujarnya.

Menyayangi rakyat dilakukan almarhum Raden Panji Mohammad Noer lewat berbagai cara. Kedudukannya di birokrasi dijadikannya alat untuk menyejahterakan rakyat. Dia menjadi sahabat semua pihak untuk tujuan itu.

Oleh: NUR RAHMAD AKHIRULLAH, Sampang. Mohammad Noer dan Suramadu dikutip dari http://www.pamekasan.go.id

 

Mohammad Noer dan Suramadu

You May Also Like

About the Author: Kumau Info

Blogger yang ikut meramaikan dunia maya dengan informasi dan pengetahuan berdasarkan sumber terpercaya.

1 Comment

Comments are closed.