Bisa dibayangkan andaikata Thomas A Edison tidak menemukan listrik sebagaimana yang dinikmati sekarang ini. Mungkin kehidupan ini masih sama dengan ceritera di dalam film cowboy dimana kehidupan malam hanya terbantu dengan sinar lampu dari minyak.
Harus diakui bahwa aliran listrik telah mengubah denyut dan pola hidup masyarakat saat ini dan masa depan terutama dari aspek ekonomi dan kesejahteraan sosial.
Di negeri maju dan modern, listrik mengalir tanpa henti ke seluruh rumah sampai ke puncak gunung yang bersalju sekalipun. Listrik tersedia duapuluh empat jam sehari, tigapuluh hari sebulan dan 12 bulan dalam setahun, berapapun jumlah Kwh yang diperlukan masyarakatnya.
Padamnya listrik dalam beberapa menit di negara yang maju dan modern seperti di Amerika, Jepang dan di Eropa, sudah akan menimbulkan komplain (kemarahan) dari warga masyarakat apalagi kalau sampai sekian jam dalam sehari.
Dapat dibayangkan bagaimana akibatnya kalau listrik tidak mengalir dalam satu jam di malam hari di saat musim salju ? Atau subway tiba-tiba berhenti dan gelap gulita dengan hawa panas atau dingin, sekian meter di bawah permukaan tanah.
Distrik Akihabara di Tokyo yang merupakan pusat elektronik terbesar di Jepang, tiba-tiba listrik padam beberapa saat. Pasti pernyataan pertama dari pengelola listrik Jepang, adalah gomina sae (bhs Jepang, artinya minta maaf). Tentu saja ceritera ini hanyalah perumpamaan, bukan berarti di Jepang tidak ada pemadaman.
Tetap ada, pemadaman dilakukan karena kondisi ‘emergency’ demi keselamatan masyarakat itu sendiri, manakala terjadi taifun atau gempa bumi yang besar. Pemadaman seperti ini sudah dimaklumi dan dipahami oleh masyarakat Jepang, sebagai pro-tap. Bukan karena kekurangan tenaga atau pasokan daya seperti di negeri kita ini.
Bagaimana Listrik di Indonesia?
Pengalaman tidak mengenakkan telah terjadi pada akhir Oktober sampai Desember 2009 lalu dimana program giliran pemadaman listrik diberlakukan beberapa minggu di Jakarta dan sekitarnya karena kekurangan pasokan daya listrik.
Di beberapa ibu kota provinsi di luar Jawa seperti Samarinda, Makassar, Palembang, Medan dan lain-lain, pemadaman bergilir bahkan sudah berlangsung beberapa bulan selama 2009. Permasalahannya sangat teknis dan klasik, itu-itu saja, kekurangan pasokan karena rusak, terbakar, inspeksi dll.
Implikasi dari pemadaman listrik yang keseringan adalah mengecewakan, menjengkelkan, bikin susah pelanggan dan secara nasional dan ekonomi jelas merugikan semua pihak, masyarakat umum, rumah tangga, industri maupun pekerja yang menggantungkan dirinya dari aliran listrik.
Listrik memang sudah menjadi tumpuan harapan semua lapisan masyarakat di kota besar. Oleh karenanya, ada joke pilihan berikut , “Lebih baik tidak makan beberapa jam daripada listrik pada satu jam, apalagi sampai beberapa jam 1” Alasannya, tidak makan sampai 13 – 14 jam sudah biasa, seperti saat berpuasa.
Tetapi apakah dapat dibayangkan kalau listrik padam selama 13 jam setiap hari? Masyarakat sekarang, termasuk yang tinggal di desa dan di gunung, sudah terbiasa menggunakan rice cooker. Air di rumah mengalir karena pompa listrik. Menjahit, pakai mesin jahit listrik. Inilah faktanya meskipun negeri ini belum dikatagorikan sebagai negara maju dan modern.
Listrik Dan Pola Hidup Masyarakat – Info Gaya Hidup