Ada beberapa alasan yang mendasari Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) mendukung Kemendikbud dalam melakukan moratorium Ujian Nasional (UN). Organisasi profesi guru ini telah lama menolak ujian nasional yang digunakan sebagai ketentuan kelulusan siswa. Bahkan telah ada posko pengaduan UN sejak 2011.
Harapan FSGI adalah pada pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Mendikbud Muhadjir Effendi, UN benar-benar dihentikan (moratorium) karena sangat dinantikan banyak pihak diantaranya peserta didik, pendidik, dan orang tua, yang merasakan kebijakan UN tidak membawa kedamaian dan kesejahteraan bagi rakyat.
8 Alasan FSGI Atas Moratorium UN
1. UN tidak terbukti meningkatkan kualitas pendidikan, secara pedagogis UN membuat pembelajaran dan pengajaran menjadi kering, kebijakan penilaian pendidikan sebaiknya diserahkan guru dan sekolah, sementara pemerintah punya tanggungjawab mengembangkan kapasitas guru dalam mengajar dan menilai, sehingga pembelajaran menjadi lebih menyenangkan dan autentik.
2. Standar pendidik minimal sarjana atau S1 (PP No.19 Tahun 2005 Pasal 29 ayat(1) dan belum terpenuhinya standar sarana prasarana pendidikan tidak mungkin dibuatkan soal UN yang berindikator sama di seluruh wilayah Indonesia.
3. Pemaksaan diri menyelenggarakan UN dengan standar soal berindikator sama adalah perbuatan yang tidak berkeadilan sesuai ketentuan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 Pasal 66 ayat(2)
4. Sebagian besar guru Indonesia tidak bangga dengan hasil UN yang diraih anak didiknya karena mereka melihat dan mendengar sendiri proses penyebaran kunci jawaban antar siswa, soal bocor, terlalu banyak pihak berkentingan dengan hasil UN, sulit dipercaya, dan hal ini masuk pada kategori pelanggaran UN dilakukan tidak obyektif (sesuai ketentuan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 Pasal 66 ayat(2)
5. Hasil UN yang diharapkan adalah sebuah pemetaan mutu program dan/atau satuan pendidikan,tapi kenyataan yang didapat adalah pemetaan ketidakjujuran berbagai pihak sehingga inipun termasuk pada pelanggaran Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 pasal 68 huruh a.
6. Sepanjang UN dilaksanakan dengan rantaian yang panjang dari pusat ke daerah maka sepanjang itu pula peluang kebocoran soal begitu besar dan penyebaran kunci jawaban antar siswa sulit dibendung seiring dengan kemajuan iptek sekarang ini
7. UN yang dijadikan sebagai penentu kelulusan peserta didik (Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 pasal 68 huruh c) berpotensi dan memberi peluang dan menjadi faktor pendorong banyak pihak untuk tidak jujur, sehingga dalam masyarakat sudah berkembang pola pikir dan akan menjadi hukum kebiasaan berpendapat tentang UN menyatakan dihadapan kita hanya ada dua pilihan jujur tapi tidak lulus atau tidak jujur tapi lulus.
8 Pelaksanaan UN yang tidak obyektif,dan mutu/kompetensi lulusan diragukan maka biaya penyelenggaraan UN ratusan miliar yang dikeluarkan oleh pemerintah tidak sebanding dengan harapan kepastian pengukuran mutu, dan pencapaian tujuan pendidikan yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat (Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 pasal 4).