Perjanjian Renville ditandatangani pada 17 Januari 1948. Perjanjian ini dilakukan diatas sebuah kapal perang milik Amerika Serikat yang bersandar di Tanjung Priok, Jakarta.
Perjanjian ini adalah kesepakatan antara Indonesia dengan Kerajaan Belanda dengan mediasi tiga negara yaitu Amerika Serikat, Australia, dan Belgia.
Delegasi Indonesia dipimpin oleh Perdana Menteri Amir Syarifuddin Harahap sedangkan pihak Belanda diwakilkan oleh Kolonel KNIL R. Abdul Kadir Wijoyoatmojo.
Tokoh Perjanjian Renville
Delegasi Indonesia di wakili oleh Amir syarifudin (ketua), Ali Sastroamijoyo, H. Agus Salim, Dr.J. Leimena, Dr. Coatik Len, dan Nasrun.
Delegasi Belanda di wakili oleh R.Abdul Kadir Wijoyoatmojo (ketua), Mr. H.A.L. Van Vredenburg, Dr.P.J. Koets, dan Mr. Dr. Chr. Soumokil.
PBB sebagai mediator di wakili oleh Frank Graham (ketua), Paul Van Zeeland, dan Richard Kirby
Isi Perjanjian Renville
Belanda hanya mengakui Jawa tengah, Yogyakarta, dan Sumatera sebagai bagian wilayah Republik Indonesia.
Disetujuinya sebuah garis demarkasi yang memisahkan wilayah Indonesia dan daerah pendudukan Belanda.
TNI harus ditarik mundur dari daerah-daerah kantongnya di wilayah pendudukan di Jawa Barat dan Jawa Timur dan Indonesia berpusat di Yogyakarta.
Perjanjian Renville dianggap menguntungkan pihak Belanda dan merugikan pihak bagi Indonesia karena terpecah belahnya bangsa Indonesia serta wilayah yang semakin kecil.
Selain itu, akan membentuk negara serikat atau negara boneka Belanda yang tergabung dalam BFO atau Bijeenkomst voor Federaal Overlag.
Akhirnya, setelah terjadi perjanjian renville, Indonesia juga harus mengubah sistem pemerintahan dan konstitusi negara dari sistem presidensial ke sistem parlementer. Selain itu meletus agresi militer Belanda II
Peristiwa Sejarah Indonesia Di Bulan Januari lainnya: Indonesia Keluar Dari PBB
Peristiwa Sejarah Indonesia Di Bulan Januari – Penandatanganan Perjanjian Renville